Rabu, 16 Februari 2011

PERUBAHAN KOMPOSISI JENIS GULMA AKIBAT PEMBERIAN CAMPURAN HERBISIDA ATRAZINE DAN MESOTRIONE PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)


JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2011
 

BAHAN SEMINAR PROPOSAL

Judul                 :       PERUBAHAN KOMPOSISI JENIS GULMA AKIBAT PEMBERIAN CAMPURAN HERBISIDA ATRAZINE DAN MESOTRIONE PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)
Pembimbing   :           1. Prof. Dr. Ir. Hasanuddin, M.S
                                    2. Dr. Siti Hafsah, MP. M.Si

Penguji           :           1.  Ir. Gina Erida, M.Si
                                    2.  Ir. Hasnah, M.Si
                                    3.  Dr. Ir. Marlina M.Si

Pemrasaran   : KAMIRI / 0705103010012
Hari / tanggal : ................................
pukul              :................................
           
  





1.      PENDAHULUAN

1.1     Latar belakang
Masalah gulma dipertanaman jagung masih merupakan kendala yang besar dalam kaitannya dengan kehilangan hasil tanaman tersebut. Hasil penelitian menunjukan, bahwa apabila gulma tumbuh pada pertanaman  selama masa pertumbuhannya, maka hasil tanaman akan menurun hingga 45 % (Warisno, 1998). Penurunan hasil tersebut diakibatkan karena gulma bersaing dengan tanaman  dalam hal unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh (Zimdahl, 1993).
Tanaman sangat peka terhadap persaingan dengan gulma pada priode pertumbuhan sampai berumur kira-kira 1 bulan (Yernelis, 2002). Pada tanaman jagung,  pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara penggunaan herbisida. Pada daerah-daerah yang sedikit tenaga kerja dan mahal, pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida merupakan metode yang dianjurkan. Penggunaan herbisida yang tidak tepat dan kurang bijaksana, akan mengakibatkan kerusakan dan terjadinya resistensi gulma itu sendiri. Saat ini telah diketahui 48 spesies gulma resisten terhadap herbisida antara lain atrazin, 2,4-D, dalapan, paraquat, dan trifloralin. Penggunaan  herbisida yang berspektrum luas juga dapat merusak lingkungan untuk mengatasi hal ini, salah satu langkah dalam mencegah terjadinya resistensi gulma ialah mencampurkan bahan aktif atau kelas kimianya, sehingga efektif menekan populasi gulma (Panut, 2008).
 Campuran herbisida atrazine dan mesotrione yang efektif mengendalikan gulma berdaun lebar dan rumput yang dapat diaplikasikan sebelum dan sesudah tumbuh gulma pada tanaman jagung (Anonynomous, 2007).
Dalam penggunaan herbisida, salah satu faktor penentu  keberhasilan pengendalian gulma adalah dosis herbisida. Ketepatan dalam penggunaan dosis herbisida memungkinkan tercapainya keselektifitasan herbisida (Yernelis, 2002).
       Dikatakan oleh Basuki et al. (1986) bahwa penggunaan herbisida pada areal pertanaman, sering menyebabkan terjadinya perubahan spesies gulma yang dominan. Dijelaskan oleh Radosevich dan Holt (1984), bahwa perubahan komposisi gulma akibat penggunaan herbisida lebih nampak secara nyata bila dibandingkan dengan metode pengendalian gulma lainnya. Ditambahkan oleh Mercado (1979) bahwa faktor utama yang mempengaruhi perubahan komposisi gulma adalah metode pengendalian gulma, perubahan pengelolaan air, pemupukan, perubahan dalam tanaman pokok, varietas dan sistem pertanaman.  Penggunaan herbisida yang kurang tepat dalam pengendalian gulma adalah timbulnya suatu jenis  gulma yang resisten dan lebih sulit dikendalikan dari gulma sebelumnya.
Campuran herbisida atrazine dan mesotrione ini dapat menekan kerugian akibat persaingan gulma pada areal pertanaman jagung. Hasil penelitian menunjukan, kombinasi dari campuran herbisida ini menghasilkan daya kendali yang mapan dan cepat (Anynomous, 2007).
Atas dasar pemikiran di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang  perubahan komposisi jenis gulma di pertanaman jagung akibat pemberian campuran herbisida  atrazine dan mesotrione.



1.2  Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perubahan komposisi jenis gulma akibat pengaruh pemberian campuran herbisida atrazine dan mesotrione pada beberapa taraf dosis di pertanaman jagung.
1.3. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah merupakan suatu masukan untuk petani yang mengusahakan tanaman jagung dalam rangka mendapat suatu herbisida yang selektif dan mendapatkan perubahan komposisi jenis gulma yang tidak terlalu sulit untuk dikendalikan dari gulma-gulma sebelumnya.
1.4 Hipotesis
Adanya perubahan komposisi jenis gulma akibat pengaruh pemberian campuran  herbisida atrazine dan mesotrione.

11. METODE PENELITIAN

2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan  di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh,  pada bulan Januari 2011 sampai dengan selesai.
2.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah campuran herbisida  atrazine dan mesotrione, insektisida, fungisida, benih jagung varietas Arjuna, pupuk Urea, KCl, SP 36. Alat alat yang digunakan adalah timbangan, cangkul, meteran, gelas ukur, ember, parang.
2.3 Rancangan Penelitian
Rancangan lingkungan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 5 taraf dosis herbisida campuran atrazine dan mesotrione yang diulang sebanyak 4 kali. Analisis data digunakan sidik peubah tunggal yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata pada taraf 0,05 dengan menggunakan program statistik SPSS.
Adapun 5 taraf dosis herbisida atrazine dan mesotrione  adalah:
D1  =   0 kg bahan produk  ha-1
D2  =   0,8 kg bahan produk ha-1
D3  =   1,2 kg bahan produk ha-1
D4  =   1,6 kg bahan produk ha-1
D5  =   1,8 kg bahan produk ha-1

2.4 Pelaksanaan penelitian
    2.4.1 pengolahan tanah
Sebelum tanah diolah, akan dilakukan analisis vegetasi dengan menggunakan metode kuadrat. Selanjutnya tanah diolah dan dibuat plot sebanyak 20 plot, masing-masing plot berukuran 2 x 2 m, jarak antara plot 50 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah  75 x 25 cm.



   2.4.2 Penanaman
Benih jagung ditanam dalam lubang yang dibuat dengan tugal sedalam 3 cm, setiap lubang diisi 2 benih jagung. Setelah benih dimasukan lubang ditutup kembali dengan tanah.
     2.4.3 Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari, apabila turun hujan penyiraman tidak dilakukan. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 7 HST dan penjarangan dilakukan pada saat tanaman 2-3 MST. Untuk mencegah hama perusak benih yang telah ditanam, maka dilakukan peneburan curater pada lubang tanam. Serangan hama dengan penyemprotan dengan Dursban 20 EC. Pupuk yang diberikan adalah Urea 100 kg ha-1, TSP 80 kg ha-1, dan KCl 50 kg ha-1. Pemupukan Urea dilakukan 2 kali  1/3 bagian pada saat tanam diberikan  sekaligus dengan pupuk TSP dan KCL dan 2/3 bagian pada saat tanaman berumur 21 HST. 
2.4.4 Aplikasi herbisida
Aplikasi campuran herbisida atrazine dan mesotrione dilakukan pada umur tanaman 10 HST. 
2.5   Peubah yang diamati
   2.5.1 Bobot kering gulma
Peubah ini diamati pada 21 dan 42 hari setelah tanam (HST) tanaman jagung. Bobot kering gulma ini diambil pada masing-masing perlakuan dengan  luas petakan contoh 0,5 x 0,5 m. Kemudian gulma dikeringkan dalam oven pada suhu  105oC selama 48 jam, lalu ditimbang bobotnya.
  2.5.2 Komposisi jenis gulma
Pengamatan dilakukan 21 dan 42 hari setelah tanam (HST).  
2.5.3     Jumlah individu gulma
 Peubah ini dilakukan dengan cara menghitung berapa individu yang dijumpai pada setiap perlakuan. Dan diamati 21 dan 42 hari setelah tanam (HST).
2.5.4        Persentase penutupan gulma
Peubah ini diamati dengan mengestimasiluas penutupan gulma secara visual dari petak contoh sebesar 50 cm x 50 cm. Pengamatan ini dilakukan pada 21 dan 42 HST.
2.5.5        Nisbah jumlah dominasi
Peubah ini hanya menghitung frekuensi relatif dan kerapatan relatif yang selanjutnya dimasukan ke dalam nilai penting. Dari nilai penting ini kita akan mendapatkan nisbah jumlah dominasi dalam bentuk persen. Analisis vegetasi dilakukan sebelum perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan Nilai Jumlah Dominasi pada 21 dan 42 hari setelah tanam (HST). Untuk persamaan frekuensi relatif dapat dihitung dengan rumus :
 X 100%

Sedangkan untuk menghitung kerapatan relatif menggunakan persamaan :
 X 100%

Untuk mencari nilai jumlah dominasi menggunakan persamaan :
Dimana :
NJD = Nilai Jumlah Dominasi
FR   = Frekuensi Relatif
KR  = Kerapatan Relatif

2.5.6     Koefisien komunitas

Untuk mendapatkan tingkat homogenitas dari setiap perlakuan yang akan dibandingkan, maka perlu menghitung koefisien komunitas. Nilai koefisien komunitas berasal dari jumlah dominasi. Waktu pengamatan koefisien komunitas pada 21 dan 42 hari setelah tanam (HST).
 X 100 %
Dimana :
 W  =  Jumlah dari dua kuantitas terendah untuk jenis dari masing-masing komunitas
    a  = Jumlah dari seluruh kuantitas pada komuditas pertama
    b  = Jumlah dari seluruh kuantitas pada komuditas kedua
DAFTAR PUSTAKA
Anynomous.2007.http://hariansib.Calaris.com/?p=17606      (diakses tanggal 15 Agustus 2010)
Basuki, Y. Wiroadmodjo, S.S. Satroutomo, dan Sudarsono. 1986. Dinamika populasi gulma akibat pengendalian gulma di pertanaman stevia. Hal. 95-102. Dalam: O.R. Madkar,  A. Soedarsan dan  S.S.Sastroutomo. Prodising Konferensi  VIII  Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. Bandung, 24-26 Maret 1986.
Mercado, B.L. 1979. Introduction to weed science.  SEARCA. Los Banos, Laguna, Phillippines.
Panut D. 2008. Pestisida dan aplikasinya. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Radosevichh, S.R., and J.S. Holt, 1984. Weed ecology: Implication for vegetation management. John Wiley and Sons. New York.
Warisno. 1998. Jagung hibrida. Kanisius. Yogyakarta.
Yernelis, S. 2002. Gulma dan teknik pengendaliannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Zimdahl, R. 1993. Weed crop competition. A Review. IPPC. Oregon.


KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA PARASITOID PADA LAHAN KELAPA SAWIT ALUE BILIE KABUPATEN NAGAN RAYA


JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
 UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2010
 

BAHAN SEMINAR PROPOSAL

Judul                           : KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA PARASITOID PADA LAHAN KELAPA SAWIT ALUE BILIE KABUPATEN NAGAN RAYA

Pemrasaran               : Arif/0705103010022

Pembimbing               :  1. Dr. Ir. Sapdi, M.Si

                                       2. Nur Pramayudi, SP.M.Si

Penguji                       :  1. Ir. M. Abduh Ulim, MP

                                       2. Ir. Masra Rahim

                                       3. Hartati Oktarina SP. M.Sc

Hari/tanggal/jam       : Senin/29 November 2010/ 11.30 wib

Tempat                       : Ruang Seminar


       BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Hymenoptera adalah salah satu dari empat ordo serangga yang besar, selain coleopteran, diptera dan Lepidoptera. Hymenoptera memiliki 80 famili dan lebih dari 115.000 spesies yang telah dideskripsikan (Lasalle & Gauld 1993). Jumlah pasti spesies hymenoptera di daerah tropis belum ada yang melaporkan. Gaston (1991) memperkirakan jumlah spesies hymenoptera lebih besar di beberapa daerah  beriklim sedang, namun (Lasalle & Gauld 1993) memperkirakan keanekaragaman hymenoptera di daerah tropis sebesar di daerah berklim sedang.
Hymenoptera merupakan ordo serangga yang memiliki peran penting, baik di bidang ekonomi maupun lingkungan. Beberapa peran penting ordo hymenoptera antara lain sebagai agen pengendalian hayati hama pertanian atau kehutanan, penyerbuk tumbuhan berbunga, dan menghasilkan produk-produk komersial, seperti madu dan lilin. Peran penting hymenoptera di bidang lingkungan terutama dalam pengaturan populasi alami serangga-serangga fitofag (Lasalle & Gauld, 1993).
            Indonesia memiliki sekitar 10% hutan tropis dunia yang dipastikan memiliki keanekaragaman serangga yang tinggi.namun, jumlah spesies hymenoptera yang telah dideskrepsikan di Indonesia baru sekitar 1,2%  (1.380 spesies) dari total spesies hymenoptera yang telah dideskripsikan.  Stork (1991) melaporkan bahwa kekayaan spesies hymenoptera di hutan kalimantan di perkirakan jumlahnya lebih dari25% dari jumlah total spesies Arthropoda.
            Ordo hymenoptera memiliki peran yang sangat penting dalam konteks pengendalian hayati. Sebagian besar parasitoid adalah anggota dari ordo hymenoptera meskipun parasitoid juga banyak dari ordo diptera, dan sebagian kecil juga ditemukan pada ordo Stresiptera. Ordo hymenoptera memilki keanekaragaman yang sangat tinggi, dengan 20.000 – 25.000 spesies, sekitar 80%  spesies parasitoid termasuk dalam ordo hymenoptera yang umumnya berlimpah pada ekosistem daratan (Lasalle & Gauld, 1993).
            Sebagaimana pada tanaman budidaya lainnya keberadaan parasitoid hymenoptera juga sangat diperlukan pada tanaman kelapa sawit. Hal ini sejalan dengan kecendrungan permintaan pasar dunia terhadap produk-produk pertanian organik termasuk kelapa sawit.  Kondisi ini telah mendorong paras ahli perlindungan tanaman untuk lebih mengembangkan tehnik pengendalian hayati, termasuk pemanfaatan parasitoid, untuk menghidari pemakaian insektisida sintetik. Istilah parasitoid digunakan untuk menjelaskan serangga yang hidup sebagai larva pada jaringan arthropoda (biasanya serangga) yang kemudian mematikannya (Lasalle & Waage, 1994).
            Keanekaragaman serangga parasitoid seringkali  diabaikan dalam upaya pengenbangan kelapa sawit. Hal ini mengakibatkan informasi atau data tentang hal tersebut ssangat terbatas.  Untuk itu, diperlukan penelitian secara terencana dalam membangun suatu database sebagai dasar pengelolaan hama di masa yang akan datang.

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka perlu diidentifikasi suatu permasalahan, yaitu seberapa besarkah keanekaragaman serangga hymenoptera parasitoid yang terdapat pada lahan kelapa sawit.

1.3 Tujuan Penelitian
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman serangga hymenoptera parasitoid pada lahan kelapa sawit.


BAB II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

2.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan kelapa sawit Alue Bilie, Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya. Sortasi dan identifikasi parasitoid dilakukan di Laboratorium Hama Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Syiah Kuala. Penelitian ini akan dilakukan pada Desember 2010 sampai dengan selesai.


2.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago serangga yang terperangkap, alkohol 79%, formalin 4%, deterjen, kertas label, kantong plastik, kain kasa, tali rafia, kuas kecil dan aquadest.
            Alat-alat yang digunakan antara lain perangkap nampan kuning (yellow pan trap), perangkap jebakan  (pitfall trap), perangkap cahaya (light trap), skop kecil, jerigen volume 51, timbah kecil, botol film, baskom, mikroskop, pinset, lup, buku identifikasi, dan alat tulis menulis.

2.3 Pelaksanaan Penelitian
2,3,1 Pengambilan Sampel Serangga
Pengambilan sampel serangga dilakukan dengan cara memasang perangkap di lapangan. Ada tiga perangkap yang digunakan untuk mengambil sampel yaitu yellow pan trap, pilfall trap, dan light trap. Pemasangan perangkap dilakukan pada lahan kelapa sawit. Pada lahan tersebut dibuat 4 buah plot berukuran 2 x 2 m dengan jarak antar plot 100 m. pada masing-masing plot ditempatkan 4 buah yellow pan trap dan 4 buah pitfall trap. Kedua perangkap tersebut diisi dengan campuran fofmalin 4% dan deterjen cair 4% hingga setengah bagian. Kedua perangkap ini dipasang selama 12 jam mulai dari pukul 06.00 – 18.00 WIB (siang hari). Light trap dipasang pada malam hari sebanyak 2 buah dengan cara digantung pada cabang kayu tanggok atau dengan ketinggian 3 m. Bagian bawah light trap dipasang baskom yang sudah diisi campuran formalin dan deterjen cair, masing-masing 4%. Perangkap ini dipasang selama 12 jam, mulai pukul 18.00 – 06.00 WIB (malam hari). Serangga yang tertangkap diambil kemudian dimasukkan ke dalam botol film dan diberi label sesuai dengan jenis  perangkap. Kemudian sampel serangga tersebut dibawa ke laboratorium untuk disortir dan diidentifikasi hingga morfospesies.

2.3.2 Sortasi dan Identifikasi Serangga
Sortasi dan identifikasi serangga sampel yang dikoleksi dari lapangan dilakukan di Laboratorium Hama Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Unifesrsitas Syiah Kuala. Identifikasi serangga mengacu pada kunci identifikasi yang tersedia.

2.4 Peubah Yang Diamati
2.4.1 Total Serangga Hymenoptera Parasitoid
Total serangga hymenoptera parasitoid yang telah dikumpulkan pada lokasi pengambilan sampel.

2.4.2 Estimasi Jumlah Spesies Hymenoptera Parasitoid
Pendugaan atau estimasi kekayaan spesies serangga pada lahan kelapa sawit digunakan Jacknife estimator (Cowell, 2000).

2.4.3 Komposisi dan Struktur Komonitas Hymenoptera Parasitoid
Komposisi dan struktur komonitas hymenoptera parasitoid didasarkan pada kekayaan spesiesnya menurut famili pada habitat lahan kelapa sawit.

2.4.4 Kekayaan, Keanekaragaman, dan Kerataan Spesies Hymenoptera Parasitoid
            Menggambarkan keanekaragaman morfospesies serangga digunakan kekayaan spesies, indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan Shannon - Wienner (Maguran 1989; Krebs 1999). Formulasi yang digunakan untuk menghitung indeks keanekaragaman Shannon – Wienner adalah:
           
Dimana: Indeks Keanekaragaman
              = Proporsi Spesies Ke-i terhadap Total Tumlah Spesies
Sementara itu, formulasi yang digunakan untuk menghitung indeks kemerataan Shannon – Wienner adalah:
           
Dimana: E = Sebaran Indeks Shannon
             = Indeks Keanekaragaman
            S = Total Jumlah Spesies yang Diperoleh.



2.5 Analisis Data
            Pendugaan kakayaan spesies serangga pada lahan kelapa sawit digunakan Jacknife estimator (Colwell, 2000). Untuk membuat kurva akumulasi spesies, jumlah morfospesies yang diperoleh pada setiap petak sampel diacak sebanyak 50 kali dengan program Estimate S6.0b1 (Colwell, 2000). Indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan dihitun secara manual menggunakan program Exel.

DAFTAR PUSTAKA



Gaston, K.J. 1991.  The Magnitude of Global Insects Species Richness. Conservation Biology 5:283-296.

Krebs, C.J. 1999. Ecological Metodology. Secorid Edition. Addison-Wesley. Menlo park.

Lasalle & Gauld. 1993. Hymenoptera: their diversity, and their impact on the diversity of other organism. Di dalam Lasalle & Gauld (ED). Hymenoptera dan Biodiversity. CAB Internasional Oxon.

Maguran, A.E. 1989. Calogocal Deversity and Its Measurement. Princetos University Press. New Jersey.z
Stork, N.E. 1991. The composition of the arthropod fauna of bornean lawlandrain forest tree. Jaunal of tropical ecology 7: 161 – 180.








KOMPARASI KEANEKARAGAMAN SERANGGA HERBIVORA ANTARA LAHAN KELAPA SAWIT DAN AREAL KONSERVASI DI ALUE BILIE KABUPATEN NAGAN RAYA


JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2010

BAHAN SEMINAR PROPOSAL
Judul
:
KOMPARASI KEANEKARAGAMAN SERANGGA HERBIVORA ANTARA LAHAN KELAPA SAWIT DAN AREAL KONSERVASI DI ALUE BILIE KABUPATEN NAGAN RAYA

Pemrasaran
:
Zahrial Fajri / 0705103010012

Pembimbing
:
1.      Dr. Ir. Sapdi, M.Si
2.      Ir. M. Abduh Ulim, M.P.

Penguji
:
1.      Dr. Ir. Husni, M.Agric.Sc
2.      Prof. Dr. Ir. Lukman Hakim, M.S.
3.      Ir. Gina Erida, M.Si

Hari/Tgl/Jam
:
Senin / 29-11-2010 / 10.20-11.30 WIB

Tempat
:
Ruang Seminar FP. Unsyiah

 

I.  PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Serangga merupakan kelompok organisme yang paling banyak jenisnya dibandingkan dengan kelompok organisme lainnya dalam Phylum Arthropoda. Hingga saat ini telah diketahui sebanyak lebih kurang 950.000 spesies serangga didunia, atau sekitar 59,5% dari total organisme yang telah dideskripsi (Sosromartono, 2000). Tingkat keragaman serangga yang sangat tinggi dapat beradaptasi pada berbagai kondisi habitat, baik yang alamiah seperti hutan-hutan primer maupun habitat buatan manusia seperti lahan pertanian dan perkebunan (Siswanto & Wiratno, 2001).
Tingginya keanekaragaman serangga berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produk pertanian yang dihasilkan. Kestabilan populasi hama dan musuh alaminya umumnya terjadi pada ekosistem alami sehingga keberadaan serangga hama pada pertanaman tidak lagi merugikan. Kenyataan tersebut perlu dikembangkan sehingga mampu menekan penggunaan pestisida untuk menekan serangga hama di lapangan, terutama pada tanaman-tanaman yang beroriaentasi ekspor dan mempunyai nilai ekonomi tinggi (Siswanto & Wiratno, 2001).
Keanekaragaman hayati telah menjadi perhatian utama para ahli ekologi dalam beberapa dekade terakhir. Penelitian mengenai keanekaragaman hayati telah banyak dilakukan terutama pada serangga. Hal ini disebapkan karena serangga merupakan komponen keanekaragaman hayati yang paling besar jumlahnya, mempunyai fungsi ekologi yang penting dan dapat menjadi indikator rusaknya lingkungan (Scowalter,2000).
Informasi tentang keanekaragaman hayati pada areal perkebunan kelapa sawit sangat diperlukan dalam mendukung perkembangan komoditas tersebut secara organik untuk terwujudnya sistem pertanian berkelanjutan dan berbasis pada kelestarian ekosistem. Organisme yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan budidaya tanaman kelapa sawit adalah serangga herbivora.
Keanekaragaman serangga herbivora baik dalam hal kelimpahan dan kepunahan maupun kekayaannya juga sangat terkait dengan tingkat tropik lainnya. Hal ini disebabkan adanya interaksi yang terjadi, baik diantara kelompok fungsional serangga maupun dengan tumbuhan yang selanjutnya akan membentuk keanekaragaman serangga itu sendiri. Penurunan keanekarangaman spesies serangga herbivora dapat menimbulkan ”efek domino” terhadap keanekaragaman musuh alami serangga-serangga herbivora tersebut. Kemungkinan ini cukup beralasan karena serangga herbivora mendukung hampir setengah dari jumlah spesies predator dan parasitoid (Bernays, 1998).
Alasan lainnya adalah sebagian besar spesies serangga herbivora berifat monofag. Dari hasil inventori yang dilakukan terhadap 5000 spesies serangga herbivora di Inggris diketahui bahwa 80% diantaranya bersifat monofag dan kurang dari 10% memakan tanaman lebih dari 3 famili (Schoonhoven et all., 1998). Selain itu setiap spesies serangga membutuhkan mikrohabitat yang unik atau spesifik. Semakin sedikit spesies tumbuhan yang dijumpai pada suatu areal, semakin sedikit variasi mikrohabitat yang tersedia dan semakin sedikit pula spesies serangga yang mampu didukungnya. Upaya yang serius untuk menunjang ketersediaan mikrohabitat tersebut perlu dilakukan.
Keanekaragaman hayati pada lahan kelapa sawit akhir-akhir ini mulai mendapat perhatian dari para pemerhati kelestarian ekosistem. Salah satu program yang telah dilakukan untuk melestarikan dan menjaga keseimbangan dan keanekaragaman hayati, termasuk serangga herbivora, adalah dengan membentuk areal konservasi di antara lahan perkebunan kelapa sawit. Namun demikian, sejauh ini belum ada laporan tentang sejauhmana keanekaragaman serangga herbivora pada areal konservasi tersebut dibandingkan dengan lahan kelapa sawit. Berkaitan dengan hal itu diperlukan suatu penelitian secara terencana untuk membangun suatu database bagi keperluan pengelolaan hama kelapa sawit dimasa mendatang.

1.2    Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu bagaimana keanekaragaman serangga herbivora yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan yang ada dalam areal konservasi.


1.3  Tujuan penelitian
Untuk mengetahui perbandingan keanekaragaman serangga herbivora antara lahan kelapa sawit dan areal konservasi.

II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

2.1 Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit  Alue Bilie, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya dan Laboratorium Hama Tumbuhan. Waktu penelitian akan dimulai dari bulan Desember 2010 sampai dengan selesai.           

2.2 Bahan dan Alat penelitian         
            Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah  Imago yang terdapat di lapangan kelapa sawit , alkohol 70%, formalin 4%, deterjen, aquadest, tali rafia, kertas lebel, kantong plastik, dan kain kasa.
Alat yang digunakan antara lain perangkap nampan kuning (yellow-pan trap), perangkap jebakan (pitfall trap), perangkap cahaya (ligh trap), skop kecil, jerigen 5 liter, timba kecil, botol film, kuas kecil, baskom, mikroskop, pinset, lup, buku identifikasi dan alat tulis-menulis.

2.3 Pelaksanaan Penelitian

2.3.1 Pengambilan Sampel Serangga
            Pengambilan Sampel Serangga dilakukan dengan cara memasang perangkap di lapangan. Ada tiga perangkap yang digunakan untuk mengambil sampel yaitu pitfall trap, yellow-pan trap dan ligh trap. Pemasangan perangkap dilakukan pada lahan kebun kelapa sawit dan areal konservasi Plot berukuran ± 2 x 2 m masing-masing sebanyak 4 buah dengan jarak antar plot ± 100 m, kemudian pada masing-masing plot ditempatkan 4 buah pitfall trap dan 4 buah yellow-pan trap. Kedua perangkap tersebut di isi dengan campuran formalin 4% dan deterjen cair 4% hingga setengah bagian. Kedua perangkap ini dipasang selama 12 jam mulai dari pukul 06.00 wib hingga 18.00 wib. Ligh trap di pasang pada malam hari sebanyak 2 buah dengan cara di gantung pada cabang kayu atau tonggak dengan ketinggian ± 3 m. Sebagai penjebak serangga, di bagian bawah ligh trap dipasang baskom yang yang berisi campuran formalin 4% hingga setengah bagian. Serangga yang tertangkap dimasukan kedalam tabung film dan diberi label sesuai dengan jenis perangkap masing-masing dan kemudian dibawa ke laboratorium untuk disortir dan diidentifikasi hingga tingkat morfospesies.

2.3.2 Sortasi dan Identifikasi Serangga
            Sortasi dan identifikasi serangga sampel yang dikoleksi dari lapangan dilakukan di Laboratorium Hama Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas pertanian Unsyiah. Identifikasi serangga mengacu pada buku identifikasi yang tersedia.

2.4 Peubah yang Diamati

2.4.1 Total Serangga Herbivora
            Total Serangga Herbivora merupakan jumlah keseluruhan serangga herbivora yang telah dikumpulkan pada lokasi pengambilan sampel.


2.4.2 Estimasi Jumlah Spesies Serangga Herbivora
Pendugaaan atau entimasi kekayaan spesies serangga herbivora pada masing-masing tipe lahan digunakan Jacknife Estimator (Colwell, 2000).

2.4.3 Komposisi Komunitas Serangga Herbivora
            Komposisi dan struktur komunitas serangga herbivora didasarkan pada kekayaan spesiesnya menurut ordo.

2.4.4    Kekayaan, Keanekaragaman, dan Kemerataan Spesies Serangga Herbivora
            Untuk menggambarkan keanekaragaman morfospesies serangga digunakan kekayaan spesies, indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan Shannon-Wienner (Manguran, 1988; Krebs, 1999). Formulasi yang digunakan untuk menghitung indeks keanekaragaman Shannon-Wienner adalah:
Dimana:        H’ =       Indeks Keanekaragaman
         Pi  =        Proporsi Spesies ke-i terhadap total jumlah                 
                        Spesies
Sementara itu, formulasi yang digunakan untuk menghitung indeks kemerataan Shannon- Wienner adalah:
   Dimana:        E  = Indeks Kemerataan
                        H’= Indeks Keanekaragaman
                        S  = total Jumlah Spesies

2.5 Analisis Data
            Pendugaan kekayaan spesies serangga herbivora pada lahan kelapa sawit dan areal konservasi digunakan Jackknife Estimator (Colwell, 2000). Untuk membuat Kurva akumulasi spesies, jumlah morfospesies, dibuat dengan mengacak jumlah yang diperoleh pada setiap petak sampel sebanyak 50 kali dengan program EstimateS 6.0b1 (Colwell, 2000). Indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan dihitung menggunakan program Primer 5. Signifikansi perbedaan kekayaan, keanekaragaman, dan kemerataan spesies serangga herbivora antara lahan kelapa sawit dan areal konservasi dianalisis dengan uji- T pada selang kepercayaan 95%.
DAFTAR PUSTAKA



Bernays, E.A. 1998. Evolution of feeding behavior in insect herbivoras: Successeen as different ways to eatwithout being eaten. Bioscience 48(1): 35-44.

Colwell, R.K. 2000. EstimateS: statistical estimate of species richness and shared species from sample. Version 6.0b1 [serial online]. http://www.vicerov,eeb.ucoon.edu/estimates.

Krebs, C.J. 1999. Ecological Metodology. Second Edition. New York: An imprint of Addison Wesley Longman, Inc.

Magurran, A.E. 1996. Ecological Diversity and Its Measurement. London: Chapman and Hall.

Schoonhoven, L.M., T. Jermy, J.J.A. Van., Loon. 1998. Insect-plant Biology: From Physiology to Evolution. London: Chapman & Hall.

Schowalter, T.D. 2000. Insect ecology: An Ecosystem Approach. San Diego: Academic Press.

Siswanto & Wiratno. 2000. Biodervisitas serangga pada tanaman panili (Vlanillaplanipolia) dengan tanaman penutup tanah Arachis pintoi K. (Proseding Seminar Nasional III). Perhimpunan Entomologi Indonesia. Bogor.

Sosromartono, S. & K. Untung. 2000. Keanekaragaman Hayati Arthropoda Predator dan Parasitoid din Indonesia serta Pemanfaatannya. Proseding Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian. Cipayung. 16-18 Oktober 2000. Hal.33-46.